KONSEP AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Disusun dan
di Ajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Islamic Building
Dosen Pengampu: Enung Esmaya S.Ag
M.Pd
OLEH :
Rizki Adib Nugroho 1123301110
Ajib Darojat 1123301155
Wahyu Stiawati 1123301120
Annisa Uzzakiyah 1123301124
Tarbiyah/ 3 PAI 4
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
Konsep
Tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar
A. Pendahuluan
Allah
berfirman dalam surat al-Imran ayat 110:
كُنْتُمْ خَيْرُ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ
بِالمَعْرُوْفِ وَ تَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ
أَهْلُ الكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ المُؤْمِنُوْنَ وَأَكْثَرُهُمُ
الفَاسِقُوْنَ. (أل عمران:١٧)
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (al-Imran ayat 110)
Nabi Muhammad SAW juga menguatkan dengan bersabda yang artinya:
“Dari
Abu Sa’id Al Khurdy -radhiyallahu’anhu-
berkata, saya mendengar rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa diantara kamu
yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah, (menginkari) dengan tangannya, jika tidak mampu
hendaklah ia merubah (menginkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah
ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no.49)
Sudah tampak pada dua
dalil diatas bahwa amar ma’ruf nahi minkar itu sangat diutamakan, bahkan umat
Islam sendiri diutamakan dan disebut menjadi umat terbaik karena umat ini
adalah umat yang menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Lalu pada dalil yang
kedua nabi Muhammad saw. memberikan solusi atau rumus bagi kita bagaimana
cara-cara menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.
Lalu bagaimanakah sikap
kita menanggapi dua dalil diatas, tentu tidak hanya terdiam duduk manis tapi
kita harus menjalankan amanat yang telah diembankan kepada umat ini untuk benar-benar
mencapai kedudukan umat terbaik.
B.
Pembahasan
1.
Makna
Amar Makruf Nahi Munkar
Makna Amar Makruf Nahi Munkar artinya
memerintahkan yang ma’ruf dan melarang munkar.”Ma’ruf” artinya
diketahui, dikenal, disadari. “Munkar” artinya ditolak, diingkari,
dibantah. Kamus menjelaskan ma’ruf sebagai apasaja diketahui dan dikenal
baik oleh setiap orang sebagai kebaikan. Dalam Hadits, ma’ruf adalah
adalah segala hal yang diketahui orang berupa ketaatan kepada Allah,
mendekati-Nya, berbuat baik kepada manusia, dan semua yang dianjurkan syarak.
Ma’ruf diketahui oleh semua orang, bila mereka melihatnya mereka tidak
menolaknya. Munkar adalah apa
saja yang dipandang buruk , diharamkan dan dibenci oleh syarak.[1]
Menurut Muhammad ‘Ali
Ash Shabuni mendefinisikan ma’ruf dengan “apa yang diperintahkan syarak (agama)
dan dinilai baik oleh akal sehat”, sedang munkar ialah “apa yang dilarang
syarak dan dinilai buruk oleh akal sehat”
Terlihat dari dua
definisi diatas, bahwa yang menjadi ukuran ma’ruf dan munkarnya sesuatu ada
dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus
atau salah satunya. Semua yang diperintahkan agama adalah ma’ruf, begitu pula
sebaliknya semua yang dilarang agama adalah munkar.[2]
Dikalangan ahli Kalam memang terjadi
perdebatan apakah kebaikan dan keburukan itu diketahui secara akliyah atau
nakliyah. Mu’tazilah dan Syi’ah menegaskan bahwa akal dapat mengetahui baik dan
buruk. Ahlussunnah menyatakan bahwa hanya syarak saja yang harus menentukan baik
dan buruk.[3]
2.
Perintah Amar Ma’ruf
Nahi Munkar
Amar
ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban bagi orang yang beriman, baik secara
individu maupun kolektif. Allah SWT barfirman:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُوْنَ إِلَى
الخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالمَأْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَأُلَئِكَ
هُمُ المُفْلِحُوْنَ (أل عمران:١٧)
“Dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, dan menyuruh kepada yang ma’ruf
dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Disamping kewajiban, amar ma’ruf nahi munkar
adalah adalah tugas yang menentukan eksistensi dan kualitas umat islam. Andai umat Islam dimasa sekarang melaksanakan apa
yang telah diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang Risalah Allah
seperti apa yang telah termaktub dalam al-Qur’an maupun al-Hadits pastilah umat
ini akan benar-benar menjadi umat yang utama dan terbaik.
Risalah Allah ada yang
berupa berita (akhbar) dan ada juga yang berupa tuntunan (Insya’). Akhbar
disini menyangkut Dzat-Nya, makhluk-Nya, seperti tauhidullah dan kisah-kisah
yang mengandung janji baik dan buruk. Adapun Insya’ adalah perintah, larangan
dan pembolehan.
Allah SWT Berfirman:
يَأْمُرُهُمْ بِالمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُمْ
عَنِ المُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ
الخَبَائِثَ
“Ia (Muhammad) menyuruh mereka
mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka mengerjakan yang munkar, dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk.”
(Al-A’raf: 157)
Isi ayat di atas
merupakan kejelasan risalah beliau. Allah-lah yang memerintahkan lidah beliau
untuk mengemukakan segala yang ma’ruf dan melarang segala yang munkar,
menghalalkan semua yang baik dan mengharamkan segala kekejian dan keburukan.
Perintah melakukan
semua yang baik dan melarang semuayang keji akan terlaksana secara semourna
karena diutusnya Rasulullah SAW oleh Allah untuk menyempurnakan alkhlaq mulia
bagi umatnya. Jelas, Allah telah menyempurnakan agama ini untuk kita, telah
melengkapi melengkapi nikmat kepada kita, juga Ridho Islam sebagai satu-satunya
agama bagi umat manusia. Oleh karena itu pantaslah umat nabi Muhammad SAW
sebagai umat yang terbaik.
Dengan jelas Allah
menegaskan bahwa umat ini adalah sebaik-baik umat yang senantiasa berbuat ihsan
sehingga keberadaannya sangat besar manfaatnya bagi segenap umat manusia.
Dengan amar ma’ruf nahi munkar itu mereka menyempurnakan seluruh kebaikan dan
kemanfaatan bagi umat manusia. Sedangkan bagian umat yang lain tidak ada yang
memerintahkan untuk melaksanakan semua yang ma’ruf bagi kemaslahatan seluruh lapisan manusia,
dan tidak pula melarang semua orang dari berbuat kemunkaran. Mereka tidak
berjihad untuk itu, seperti Bani Israil, mereka lebih banyak melakukan
penganiayaan, pengusiran serta pembunuhan terhadap musuh-musuh mereka.[4]
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan tugas yang
telah diembankan kepada umat terbaik yaitu umat Islam. Bila tugas itu
diabaikan, dengan sendirinya umat Islam tidak lagi menjadi umat terbaik bahkan
bisa terpuruk dengan sendirinya. Bila demikian keadaannya, keberadaan umat Islam
tidak akan diperhitungkan oleh
umat-umat yang lain.
3.
Ruang Lingkup Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Dengan melihat kepada poin pertama yaitu makna amar
ma’ruf nahi munkar kita bisa menentukan ruang lingkupnya. Tentu ruang lingkup
yang ma’ruf dan munkar sangat luas sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah,
akhlaq maupun mu’amalat (sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi,
seni budaya, dsb).
Tauhidullah, mendirikan shalat, mambayar zakat, amanah,
toleransi beragama, membantu kaum dhu’afa dan mustadh’afin, disiplin,
transparan dan lain sebagainya adalah beberapa contoh sikap dan perbuatan yang
ma’ruf. Sebaliknya, kebalikan dari sikap-sikap itu adalah hal-hal yang munkar.[5]
4.
Bentuk
Praktis Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Yang
dimaksud dengan bentuk praktis disini ialah bentuk praktek langsung dari amar
ma’ruf nahi munkar itu sendiri. Aplikasi dari hal itu ada banyak macamnya ada
yang bersifat nonformal maupun formal.
Dari
yang bersifat nonformal contohnya: saat kita melalui suatu tempat lalu
menjumpai seorang yang akan mencuri, dan kewajiban kita adalah mencegah dari
hal itu dan mengarahkan kepada hal yang ma’ruf karena mencuri merupakan hal
yang bersifat munkar.
Jika
merujuk pada hadits, sebagaimana telah tercantum pada pendahuluan yaitu:
“Dari
Abu Sa’id Al Khurdy -radhiyallahu’anhu-
berkata, saya mendengar rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa diantara kamu
yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubah, (menginkari) dengan
tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (menginkari) dengan lisannya,
jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang
paling lemah.” (HR. Muslim no.49)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata:
“Sesungguhnya
maksud dari hadits ini adalah: Tidak tinggal sesudah batas pengingkaran ini
(dengan hati) sesuatu yang dikategorikan sebagai iman sampai seseorang mukmin
itu melakukannya, akan tetapi mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir
dari keimanan, bukanlah maksudnya, bahwa barang siapa yang tidak mengingkari
hal itu dia tidak memiliki keimanan sama sekali, oleh karena itu Rasulullah
bersabda, “Tidaklah ada sesudah itu”, maka beliau menjadikan orang-orang yang
beriman tiga tingkatan, masing-masing di antara mereka telah melakukan keimanan
yang wajib atasnya, akan tetapi yang pertama (mengingkari dengan tangan)
tatkala ia yang lebih mampu di antara mereka maka yang wajib atasnya lebih
sempurna dari apa yang wajib atas yang kedua (mengingkari dengan lisan), dan
apa yang wajib atas yang kedua lebih sempurna dari apa yang wajib atas yang
terakhir, maka dengan demikian diketahui bahwa manusia bertingkat-tingkat dalam
keimanan yang wajib atas mereka sesuai dengan kemampuannya beserta sampainya
khitab (perintah) kepada mereka.” (Majmu’
Fatawa, 7/427).
Hadits dan
perkataan Syaikhul Islam di atas menjelaskan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar
merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam mengingkari kemungkaran
tersebut ada tiga tingkatan:
·
Mengingkari dengan tangan.
·
Mengingkari dengan lisan.
·
Mengingkari dengan hati.
Tingkatan pertama dan kedua wajib bagi setiap orang
yang mampu melakukannya, sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits di atas, dalam
hal ini seseorang apabila melihat suatu kemungkaran maka ia wajib mengubahnya
dengan tangan jika ia mampu melakukannya, seperti seorang penguasa terhadap
bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan
mengingkari dengan tangan bukan berarti dengan senjata.
Dari
bentuk praktis yang bersifat formal dapat kita analisa bahwa bentuk amar ma’ruf
nahi munkar bisa merambah kepada berbagai hal seperti halnya Pendidikan. Islam
sebagai petunjuk Ilahi mengandung implikasi kependidikan yang mampu membimbing
dan mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin, muslim, muhsin dan muttaqin
melalui proses tahap demi tahap.
Praktek
amar ma’ruf nahi munkar dengan metode formal (pendidikan formal) saya rasa
memiliki nilai lebih dari pada praktek secara nonformal. Jika dilihat dari sisi
penyampaian sendiri akan lebih mudah karena sistem pendidikan formal telah
disetting sedemikian rupa sehingga akan memudahkan kepada orang yang
mempraktekan langsung (guru). Sedangkan dilihat dari sisi penerimaan akan lebih
mendapat respon yang lebih atau mendapat perhatian lebih dari objek amar ma’ruf
nahi munkar itu sendiri (murid).[6]
5.
Amar
Ma’ruf Nahi Munkar Memasuki Era Globalisasi
Ada
uraian dari kalangan Sunni yang barangkali agak langka bahwa setiap mukmin
memiliki kewajiban niat melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar tatkala mencapai aqil
baligh.
Allah menyebut
orang-orang yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan sebutan ‘Thaifah’,
golongan terpilih, yang mendalami pesan-pesan Ilahi dan mengingatkan kaumnya
kepada kebaikan. Bahkan Allah melemparkan pertanyaan siapa makhlik di bumi ini
yang lebih baik tutur katanya dibanding orang-orang yang menggalakan Amar
Ma’ruf nahi munkar, berbuat kebaikan, dan mempertegas identitas diri sebagai
kaum muslimin.[7]
Sesuai
dengan makna Amar Ma’ruf nahi Munkar, tujuannya tentu dalam rangka penegakan
haq, keadilan dimuka bumi ini. Salah satu nama Allah adalah al-Haq yang artinya
menyerukan kebenaran. Al-Haq identik dengan mengajak ke jalan Allah yang Haq.
Dalam
dunia modern Amar Ma’ruf nahi Munkar bisa diterjemahkan sebagai Social
Control. Dalam proses ini penyadaran kepada diri sendiri dan keluarga
demikian penting. Yang perlu ditekankan disini ialah setiap individu mempunyai
keharusan social control. Dengan kata lain Amar Ma’ruf nahi Munkar marupakan
kewajiban setiap mukmin di mana saja dan
kapan saja. Objek dari Amar Ma’ruf nahi Munkar adalah segi-segi kehidupan yang
kita hadapi dalam segala dimensinya: politik, sosial, budaya dan keagamaan.
Amar Ma’ruf nahi Munkar dalam ajaran Islamjuga bisa disebut dengan Da’wah
Islamiyah.
Ada kecenderungan
di masyarakat bahwa tugas Amar Ma’ruf nahi Munkar adalah hanya milik kiyai,
ulama, dan pemimpin-pemimpin informal. Biasanya pandangan seperti ini dilandasi
suatu paham agama yang hanya melihat Nabi sebagai seorang pemimpin do’a dan
imam sholat, tapi memandang beliau sebagai social reformer dan bangsawan
memimpin negara dan umat yang plural. Pengertian dakwah selama ini terasa
sangat sempit jika hanya ditujukan pada dakwah mimbar, ataupun podium. Padahal
dakwah dalam arti yang sebenarnya, memiliki cangkupan yang sangat luas. Agaknya
Dakwah Bil Hal, juga bil qolam kurang populer dan masih sangat
terbatas.
Dalam
rangka dakwa islamiyah, kita harus mampu berdialog dengan kebudayaan moderndan
secara aktif mengisinya dengan nuansa Islami. Hal ini hanya bisa hanya bisa
dilakukan bila kita memahami arus globalisasisevara benar dan tidak tertinggal
dengan informasi-informasi aktual dan manca negara.[8]
C.
Kesimpulan
Konsep amar ma’ruf nahi munkar yang ditawarkan kepada umat manusia yaitu:
1.
Memelihara konsep yang sudah ada sejak zaman nabi, agar kita bisa mengetahui
apa yang di kerjakan dan di perbuat pada zaman nabi Muhammad, karena pada zaman
beliau amar ma’ruf nahi munkar benar-benar tegak dengan kukuh dan melakukannya
dengan ikhlas, oleh karna itu Allah memberikan peringkat kepada umat muslimin
menjadi umat yang terbaik diantara umat-umat yang lain.
2.
Konsep amar ma’ruf nahi munkar yang ditawarkan kepada kaum mukminin sangatlah
sederhana, tetapi berat untuk dilaksanakan kita ambil contoh: Keberanian
menyatakan, bahwa ini adalah ma’ruf, tetapi lebih sulit menyatakan, bahwa itu
adalah munkar. Sebab besar kemungkinannya akan dimurkai orang. Kadang-kadang
kita dianjurkan supaya mengatakan yang sebenarnya. Teatpi apabila yang
sebenarnya yang kita katakana, orang akan marah. Sebab masyarakat biasanya amat
berat melepaskan kebiasaannya. “manusia adalah budak kebiasaannya.” Demikian
kata pepatah. Maka kalau iman kepada Allah di dalam ini dijadikan bahan yang
terahir, sebab dialah dasar kalau iman kepada Allah itu lemah, niscaya amar
ma’ruf nahi munkar tidak akan berlangsung.
3.
Amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan karakter seorang yang beriman, dan dalam
mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:
·
Mengingkari dengan tangan.
·
Mengingkari dengan lisan.
·
Mengingkari dengan hati.
Tingkatan
pertama dan kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya, sebagaimana
yang dijelaskan oleh hadits di atas, dalam hal ini seseorang apabila melihat
suatu kemungkaran maka ia wajib mengubahnya dengan tangan jika ia mampu
melakukannya.
Daftar Pustaka
Rakhmat, Jalaludin, Islam dan Pluralisme, Serambi
Yunahar, Ilyas, 2000, Kuliah
Akhlaq, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan.
Taimiyah, Ibnu,
1990, Etika Beramar Ma’ruf Nahi Munkar, Jakarta: Gema Insani Press.
Abdurrahman, Mas’ud,
2003, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: Gama Media.
Arifin, 1994, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
terimaksih artikelnya bagus ^-^
BalasHapusalhamdulillah dapet ilmu agama lagi. khususnya mbahas konsep amar ma'ruf nahi munkar. jadi ngerti saya tentang konsepnya apalagi ada dalilnya juga....nambah siip
BalasHapus