Minggu, Oktober 14, 2012

Makalah tentang Masyarakat Madani


MASYARAKAT MADANI



Makalah
Disusun dan Diajukan Guna Keperluan Tugas Terstruktur

Dosen Pengampu        : Harianto, S.H.I., M.Hum.
Mata Kuliah    : Pkn

Oleh :
Hamidatul Malikhah               (1123301152)
Anisa  Fahmi                           (1123301153)
Ajib Darojat                            (1123301155)
Hikmaturrahimah                    (1123301158)

2 PAI 4
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
 STAIN  PURWOKERTO
2012


MASYARAKAT MADANI


1.      PENDAHULUAN
Adanya beberapa kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap pemberitaan pers, baik melalui media elektronik maupun media cetak. Sebut  saja tentang penculikan para aktivis demokrasi di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Atau juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers dengan adanya pembredelan beberapa media massa oleh penguasa, serta pembantaian para kyai dengan dalih dukun santet sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab.
Melihat sebagian kecil dari realitas tersebut, pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat/masyarakat  (civil) dalam konteks interaksi –relationship, baik antara rakyat dengan Negara, maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam komunitas negara yang memiliki kekuatan bargaining dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.
Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah  wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni Masyarakat Madani. Wacana Masyarakat Madani ini merupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses  modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feudal menuju masyarakat Barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan istilah civil society. Dalam tradisi Eropa (sekitar  pertengahan abad XVIII), pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian Negara (state) yakni suatu kelompok / kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain. Akan tetapi pada paruh abad XVIII, terminology ini mengalami pergeseran makna. State dan civil society dipahami sebagai dua buah entitas yang berbeda, sejalan dengan proses pembentukan sosial (social formation) dan perubahan-perubahan struktur politik di Eropa sebagai pencerahan (enlightenment) dan modernisasi dalam menghadapi persoalan duniawi.

2.      PEMBAHASAN
A.  Pengertian Masyarakat Madani
                      Gagasan masyarakat madani sesungguhnya baru belakangan popular sekitar awal tahun 90-an di Indonesia, dan karena itu barangkali juga masih berbau asing’’ bagi sebagian kita. Konsep ini pada awalnya, sebenarnya mulai berkembang di Barat, memiliki akar sejarah awal dalam peradaban masyarakat Barat, dan terakhir setelah sekian lama seolah-olah terlupakan dalam perdebatan wacana ilmu sosial modern, kemudian mengalami revitalisasi terutama ketika Eropa Timur dilanda gelombang reformasi di tahun-tahun pertengahan 80-an hingga awal 90-an.
Selanjutnya, wacana  ini oleh orang banyak bangsa dan masyarakat di Negara berkembang, termasuk Indonesia, secara antusias ikut dikaji, dikembangkan, dan dieliminasi, sebagaimana realitas empiris yang dihadapi.
          Kemudian dalam mendefinisikan terma Masyarakat Madani ini sangat bergantung pada kondisi sosial-kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat. Sebagai titik tolak, disini akan dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani dari berbagai pakar di berbagai Negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena masyarakat madani ini.
          Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Soviet. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh keluarga dan kekuasaan Negara. Tiadanya pengaruh keluarga dan kekuasaan Negara dalam masyarakat madani ini diekspresikan dalam gambaran ciri-cirinya, yakni individualisme,pasar (market ) dam pluralisme.
   Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung-joo dengan latar belakang kasus Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari Negara, suatu ruang  publik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga Negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma  dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
                      Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks Korea Selatan.Ia mengatakan bahwa yang dimaksud masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relative otonom dari Negara, yang merupakan satuan-satuan dasar dari reproduksi dan masyarakat yang mampu melakukan kegiatan poitik dalam  suatu ruang public, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme danpengelolaan yang mandiri.
                      Secara global dari ketiga definisi di atas dapat ditarik benang emas, bahwa yang dimaksud masyarakat madani adalah suatu kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan Negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
          Di Indonesia, terma masyarakat madani mengalami penerjemahan yang berbeda-beda dengan sudut pandang yang berbeda pula, seperti masyarkat sipil, masyarakat kewargaan, masyarakat berbudaya dan civil society (tanpa diterjemahkan).
                      Masyarakat  Madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada acara Festifal Istiqlal, 26 September  1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukan masyarakat yang memiliki peradaban maju.
          Mayarakat Sipil merupakan penurunan langsung dari terma civil society. istilah ini banyak dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat masyarakat dan Negara dalam rangka proses penciptaan dunia secara mendasar baru dan lebih baik.
                      Masyarakat Kewargaan, konsep ini digulirkan oleh M. Ryas Rasyid dengan tulisannya Perkembangan Pemikiriran Masyarakat Kewargaan’’. Konsep ini merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga Negara sebagai bagian integral Negara yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan kemajuan Negara (state).
          Mayarakat Berbudaya merupakan isilah yang paling popular dan digandrungi di Indonesia untuk menerjemahkan istilah masyarakat madani.Apa makna istilah ini? Tak pelak bahwa kata madani’’ merujuk pada Madinah sebuah kota yang sebelumnya bernama Yastrib di wilayah Arab, di mana masyarakat Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dimasa lalu pernah membangun peradaban tinggi. Menurut Nurcholish Madjid, kata madinahberasal dari bahasa Arab madaniyah’’ yang berarti peradaban. Karena itu masyarakat madani berasosiasi,masyarakat beradab’’.[1]
B.  SEJARAH PERKEMBANGAN MASYARAKAT MADANI
          Masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feudal menuju kehidupan masyarakat industri  kapitalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana masyarakat madani dapat dirunut mulai darui Cicero sampai Antonio Gramsci dan de’Tocquiveille.
                      Pada masa Aristoteles( 384-322), masyarakat madani dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike,yakni sebuah komunitas politik tempat warga Negara dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
   Pada tahun 1767, wacana masyarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Ferguson, dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Skotlandia.Ia menekankan masyarakat madani pada sebuah visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan oleh revolusi industri dan  munculnya kapitalisme serta mencoloknya perbedaan antara publik dan individu.
          Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Paine (1737-1803) yang menggunakan  istilah masyarakat madani sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan Negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tetis dari Negara. Dengan demikian, maka Negara harus dibatasi sampai sekecil-kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya  kesejahteraan umum. Dengan demikian, maka masyarakat madani menurut Paine ini adalah ruang di mana warga dapat mengembangkan kepribadian dan member peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
          Selanjutnya perkembangan civil society dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M),Karl Mark (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci (1837-1891 M). Wacana masyarakat madani yang dikembangkan oleh tiga tokoh ini menekankan pada masyarakat madani sebagai elemen ideology kelas dominan. Menurut Hegel struktur sosial terbagi atas tiga entitas, yakni keluarga, masyarakat madani, dan Negara. Keluarga merupakan ruang sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan keharmonisan. Masyarakat madani merupakan lokasi atau tempat berlangsungnya peraturan berbagai kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi. Sementara negara merupakan representasi  ide universal yang bertugas melindungi kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap masyarakat madani.[2]
          Sedangkan Karl Mark memahami masyarakat madani sebagai masyarakat borjuis’’ dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaanya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas.
               Pemahaman Gramsci memberikan tekanan pada kekuatan cendekiawan yang merupakan actor utama dalam proses perubahan sosial dan politik. Gramsci dengan demikian melihat adanya sifat kemandirian dan politis pada masyarakat madani, sekalipun pada instasi terakhir ia juga amat dipengaruhi oleh basis material (ekonomi).[3]
                    Periode berikutnya, wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Alexix de’tocqueville (1805-1859 M) yang berdasarkan pada pengalaman demokrasi Amerika, dengan mengembangkan teori masyarakat  madani sebagai entitas penyeimbang kekuatan Negara.Baginya kekuatan politik dan, masyarakat madanilah yang menjadikan demokrasi di Amerika mempunyai daya tahan. Dengan  terwujudnya pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik di dalam masyarakat madani,  maka warga Negara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan Negara.[4]
Dari berbagai  model pengembangan, masyarakat madani di atas, model Gramsci dan Tocqueville-lah menginspirasi gerakan prodemokrasi di Eropa Timur dan Tengah pada sekitar akhir dasawarsa 80-an.  Pengalaman Eropa Timur dan Tengah tersebut membuktikan bahwa justeru dominasi Negara atas masyarakatlah yang melumpuhkan kehidupan sosial mereka. Hal ini berarti bahwa gerakan membangun masyarakat madani menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga Negara. Gagasan tentang masyarakat madani kemudian menjadi senacam landasan ideologis untuk membebaskan diri dari cengkraman Negara yang secara sistematis melemahkan daya kreasi dan kemandirian masyarakat.

C.  KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
                 Penyebutan karakteristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana masyarakat diperlukan prasyarat-prasyarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi masyarakat madani. Karakteristik tersebut antara lain adalah adanya Free Public Sphere, Demokratis, Toleransi, Pluralisme, Keadilan Sosial, dan berkeadaban.[5]
1.  FREE PUBLIC SPHERE
Free Public Sphere yakni adanya ruang public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran.Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas. Lebih  lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga Negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan public. Warga Negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
2.      DEMOKRATIS
     Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan, warga Negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
3.      TOLERAN
                 Toleran merupakan sikap yang dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleran ini memungkinkan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai  dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat lain yang berbeda.
     Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi.Masyarakat madani juga mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan tamaddun(civility). Civilitas meniscayakan toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik politik dan sikap sosial yang berbeda.[6]
4.      PLURALISME
     Sebagai sebuah prasyarat penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara mengakar dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai  dan menerima kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan pluralisme itu sebagai bernilai positif, merupakan rahmat Tuhan.
                 Menurut Nurcholis Madjid, pluralisme adalah pertalian sejati kenhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban.Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan.
5.      KEADILAN SOSIAL
     Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat . Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah ( penguasa ).
D.      PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI
        Yang dimaksud dengan pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlakterwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut antara lain LSM, Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan Partai Politik.[7]
E.       MASYARAKAT MADANI DAN DEMOKRATISASI
        Hubungan antara masyarakat madani dengan demokrasi,menurut Dawam bagaikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dalam masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakan dengan baik dan hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang wajar.
        Mayarakat madani merupakan “rumah” persemaian demokrasi. Perlambang demokrasinya adalah pemilihan umum yang bebas dan rahasia. Namun dmokrasi tidak hanya bersemayam dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus mempunyai “rumah”, maka rumahnya adalah masyarakat madani.
        Dalam masyarakat madani terdapat nilai-nilai universal tentang pluralisme yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecenderungan partikularisme dan sekterianisme. Hal ini dalam proses demokrasi menjadi elemen yang sangat signifikan, di mana masing-masing individu, etnis dan golongan mampu menhargai kebhuinekaan dan menghormati stiap keputusan yang diambil oleh salah satu golongan atau individu.

3.     KESIMPULAN
Kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah  wacana yang saat ini sedang berkembang, yakni Masyarakat Madani. Wacana ini muncul bersamaan dengan proses  modernisasi. Dalam mendefinisikan terma Masyarakat Madani ini sangat bergantung pada kondisi sosial-kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat.

Konsep masyarakat Madani ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim. Konsep masyarakat Madani ini telah mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feudal menuju kehidupan masyarakat industri  kapitalis di Eropa Barat. Masyarakat Madani kini bertransformasi menjadi kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan Negara, bahkan dianggapnya sebagai anti tetis dari Negara. Sehingga, negara harus dibatasi sampai sekecil-kecilnya dan ia merupakan perwujudan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya  kesejahteraan umum.

Masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Masyarakat madani mengandung nilai-nilai universal tentang pluralisme yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecenderungan partikularisme dan sekterianisme

DAFTAR PUSTAKA

            Culla, Adi Suryadi,Masyarakat Madani,( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1999).
            Rozak, Abdul, dkk,Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education),(Jakarta:  PRENADA MEDIA,2004).
            Azra, azyumardi, Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:ICCE UIN Jakarta
            Nurcholis Madjid, Menuju Masyarakat Madani, dalam Jurnal Kebudayaan Perdaban Uumul Qur’an, No. 2/VII/1996


[1]Nurcholis Madjid,’’ Menuju Masyarakat Madani ‘’ ,dalam Jurnal Kebudayaan Perdaban Uumul Qur’an, No. 2/VII/1996, hlm.51-55
[2] Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1999),hlm.102
[3] Ibid,hlm.103
[4] Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,hlm 237-258
[5] Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,hlm.247
[6] Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,hlm dalam Azra, Azyumardi,Menuju Mayarakat ,Madani,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,1999)
[7] Ibid,hlm250

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Pilih Bahasa

Arsip Blog