Sabtu, Maret 23, 2013

Bayi Tabung Perspektif Hukum Islam

-->
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2012
A. PENDAHULUAN          
Sekarang ini sudah muncul berbagai kecanggihan yang dapat di gunakan untuk mengatasi kendala-kendala kehidupan. Salah satunya adalah kesulitan mempunyai anak dengan berbagai faktor. Tetapi terkadang kecanggihan teknologi mempengaruhi etika-etika terhadap islam. Kemungkinan kehamilan dipengaruhi oleh usia dan kadar FSH basal. Secara umum, makin muda usia makin baik hasilnya. Terjadinya kehamilan juga tergantung pada jumlah embrio yang dipindahkan.
Walaupun makin banyak jumlah embrio yang dipindahkan akan meningkatkan terjadinya kehamilan dan bisa juga terjadinya kehamilan multiple dengan masalah yang  berhubungan dengan kelahiran prematur juga lebih besar.  Pengertian mandul bagi wanita ialah tidak mampu hamil karena lindung telur mengalami kerusakan sehingga tidak mampu memproduksi sel telur. Sedangkan,  mandul bagi pria ialah tidak mampu menghasilkan kehamilan karena buah pelir tidak dapat memproduksi sel spermatozoa sama sekali.
Baik pria maupun wanita yang mandul tetap mempunyai fungsi seksual yang  normal. Tetapi sebagian orang yang mengetahui dirinya mandul kemudian mengalami gangguan fungsi seksual sebagai akibat hambatan psikis karena menyadari kekurangan yang dialaminya.
Istilah mandul seringkali digunakan untuk menyebut pasangan suami istri yang belum mempunyai anak walaupun telah lama  menikah. Padahal pasangan suami istri yang belum mempunyai anak setelah lama menikah tidak selalu mengalami kemandulan. Yang lebih banyak terjadi adalah pasangan yang infertile atau pasangan yang tidak subur. Tulisan tentang bayi tabung ini dimaksudkan agar masyarakat terutama dari kalangan agama memberikan tanggapan dan masukan tentang proyek/tim pengembangan bayi tabung Indonesia yang  mulai terbuka untuk peminat bayi tabung. Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan modern, teknologi kedokteran dan biologi yang canggih, maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga  teknologi bayi tabung ini ditanagani oleh orang-orang yang kurang beriman dan bertaqwa. Hal ini dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa merusak nilai-nilai agama,moral,dan budaya bangsa.

B. PEMBAHASAN
1.      Pengertian Bayi Tabung
Istilah bayi tabung (tube baby) dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “in vitro and embrio transfer” (IVF-ET) atau inseminasi buatan atau dalam khazanah hukum islam dikenal dengan “thfal al anabib” atau “athfal al anbubah”.
Secara umum, bayi tabung adalah proses pembuahan yang tidak secara alami, yaitu dengan mengambil sel sperma sang suami dan sel telur sang isteri yang kemudian diletakan pada cawan pembuatan yang merupakan salah satu teknologi modern.
Sedangkan pengertian secara biologis yaitu proses pembuahan sperma
dengan ovum, dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus.[1]
Bayi tabung pertama lahir kedunia ialah Louise Brown. Ia lahir di Manchester  Inggris 25 Juli 1978 ataspertolongan Dr. Robert G. Edwards dan Patrick C. Steptoe. Sejakitu, klinik untuk bayi tabung berkembang pesat. Teknik bayi tabung ini telah menjadi metode yang membantu pasangan subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada organ reproduksi anak pada wanita.[2]
2.      Macam – macam Teknik Bayi Tabung
a)         Fertilization in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri.[3] Teknik ini memisahkan persetubuhan suami istri dari pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Karena hal tersebut teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu kedokteran.
b)        Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba palupi).[4]Ada kemungkinan bahwa benih dari suami – istri tidak bisa dipindahkan ke dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan – alasan lain. Dalam kasus ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
c)         Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor.Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul, dalam arti bahwa sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel sperma dari orang lain sebaagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Kedua, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah didonorkan.[5]
d)        Munculnya Bank Nutfah (sperma) atau Bank Ovum. Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank – bank spermaatau ovum. Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank – bank tersebut. Bahkan orang bisa menjual – belikan benih – benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank – bank tersebutmalah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah – olah benih manusia itu suatu benda ekonomis.Tahun 1980 di Amerika sudah ada 9 bank sperma non – komersial. Sementara itu bank – bank sperma yang komersial bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada penguasa atau siapapun.[6]
3.      Pandangan Islam Terhadap Bayi Tabung
Dalam pandangan Islam, bayi tabung (inseminasi buatan) apabila dilakukan dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya ke dalam rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain (bagi suami yang berpoligami), maka Islam membenarkan, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri, asal keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar – benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suam istri tidak berhasil memperoleh anak.[7] Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Fiqh Islam:
الحاجة تنزل منزلة الضرورة تبيح المحظورات
“Hajat (kebutuhan yang sangat penting) diperlukan seperti dalam keadaan terpaksa. Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukan hal – hal yang terlarang”.
Sebaliknya, kalau inseminasibuatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan, dan hukumnya sama dengan zina. Dan sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi tersebut tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.[8]
Dalil – dalil syara’ yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor ialah sebagai berikut:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِى الْبَرِ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَهُمْ مِنَ الْطَّيِبَاتِ وَفَضَلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا (٧٠)
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak – anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik – baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al – Isra’ : 70)

عن رويفع بن ثابت الانصارى قال : كنت مع النبي صلى الله عليه وسلم حين افتنح حنينا فقام خطيبا فقال :لا يحل لا مرئ يؤمن بالله واليوم الاخر ان يسقي ماءه زرع غيره (رواه ابو دود و الترميذ)
“Dari Ruwaifi’ Ibnu Tsabit Al Anshari ra ia berkata: Saya pernah bersama Rasululloh SAW telah perang Hunain, kemudian beliau bersabda: Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Alloh dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina orang lain)”.(Hadits riwayat Abu Daud dan At Tirmidzi)

Pada zaman imam – imam madzhab, masalah bayi tabung (inseminasi buatan) belum muncul, sehingga tidak diperoleh fatwa hukumnya dari mereka. Namun dari hadits tersebut bisa menjadi dalil untuk mengharamkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan atau ovum, karena kata ma’dalam bahasa Arab dan juga di dalam Al – Qur’an bisa dipakai untuk pengertian air hujan atau air pada umumnya, dan bisa juga untuk pengertian benda cair atau sperma.[9]
4.      Maslahah dan Mafsadah Bayi Tabung

درءالمفاسدمقدمعلىجلبالمصالح
“Menghindari mahdarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari atau menarik maslahah”.

Maslahahnya adalah bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misalnya karena saluran telurnya (tuba palupi) terlalu sempit atau ejakulasi (pancaran sperma) terlalu lemah.
Sedangkan mafsadah inseminasi buatan atau bayi tabung itu jauh lebih besar, antara lain:
a.       Percampuran nasab, padahal islam sangat menjaga kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab;
b.      Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam;
c.        Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina, karena terjadi percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah;
d.      Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam rumah tangga, terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan kedua orang tuanya;
e.       Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal/nasabnya;
f.       Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami, terutama bagi bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya kepada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami.

C. KESIMPULAN
1.      Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan oleh islam,jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan.Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
2.      Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum donor diharamkan oleh Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.
3.      Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nutfah (sperma) dan Bank Ovum untuk pembuatan bayi tabung,karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Juga bertentangan dengan norma agama dan moral,serta merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan.
4.      Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer kedalam rahim wanita lain dan seharusnya pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi buatan pada manusia dengan sperma atau ovum donor.



DAFTAR PUSTAKA
           
Aibak, Kutbuddin.  2009.  Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Teras.
Barkatullah, dkk. 2006. Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan, Ali. 2000. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Hasbiyallah. 2009. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.



[1]Hasbiyallah, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009), hlm.194.
[2]Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 79.
[3]Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2009), h. 113.
[4]Ibid., h. 114
[5]Barkatullah, Abdul HalimdanTeguhPrasetyo, Hukum Islam MenjawabTantanganZaman yang TerusBerkembang, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2006), h. 85.
[6]Ibid., h. 86.
[7]KutbuddinAibak, KajianFiqhKontemporer, (Yogyakarta: Penerbit TERAS, 2009), h. 114.
[8]Ibid., h. 115.
[9]Ibid., h. 118

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Pilih Bahasa

Arsip Blog