SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2013
I.
Pendahuluan
Dalam
agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika
Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah
amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman
adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri
sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna dan hukumnya tersendiri.
II.
Pembahasan
A.
Islam
Islam
bersal dari kata, as-salamu, as-salmu, dan as-silmu yang berarti: menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan patuh.
Berasal dari kata as-silmu atau as-salmu yang berarti damai dan aman.
Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-salamatu yang berarti bersih dan
selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.
Pengertian
Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan,
kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan
perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan
hidup, di dunia maupun di akhirat.[1]
Siapa
saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Alloh, maka ia seorang muslim,
dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Alloh dan selain Alloh maka ia
seorang musyrik, sedangkan seorang yang tidak menyerahkan diri kepada Alloh
maka ia seorang kafir yang sombong.[2]
Dalam
pengertian kebahasan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama. Senada
dengan hal itu Nurkholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan
adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Dari pengertian itu, seolah
Nurkholis Madjid ingin mengajak kita memahami Islam dari sisi manusia sebagai
yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan kepatuhan dan ketundukan kepada
Tuhan,[3]
sebagaImana yng telah diisyaratkan dalam surat al-A’rof ayat 172 yang artinya:
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".
Berkaitan dengan Islam sebagai agama,
maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun
Islam, yaitu:
1)
Membaca
dua kalimat Syahadat
2)
Mendirikan
sholat lima waktu
3)
Menunaikan
zakat
4)
Puasa
Romadhon
5)
Haji
ke Baitulloh jika mampu.
B.
Iman
Iman adalah keyakinan yang menghujam
dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri keraguan sedikit pun.[4]
Sedangkan keImanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Alloh,
malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman
kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan,
amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.[5]
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam,
Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia
mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika
seorang hamba telah mamapu mewujudka keIslamannya. Iman juga lebih khusus
dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keImanan adalah kelompok dari
pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan,
jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin.[6]
KeImanan tidak terpisah dari amal,
karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh
manusia.[7]
Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
(2) Sesungguhnya orang-orang yang berIman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah Iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (3)(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (4)Itulah orang-orang yang
berIman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
KeImanan memiliki satu ciri yang sangat
khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama memandang keImanan beriringan dengan
amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan akan bertambah dengan
bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang melihat Iman
berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima
pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja:
mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu
mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.[8]
Iman
adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria
bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:
1) Diyakini
dalam hati
2) Diucapkan
dengan lisan
3) Diamalkan
dengan anggota tubuh.[9]
Sedangkan
dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya
rukun Iman yang enam, yaitu:
1) Iman
kepada Alloh
2) Iman
kepada malaikatNya
3) Iman
kepada kitabNya
4) Iman
kepada rosulNya
5) Iman
kepada Qodho dan Qodar
6) Iman
kepada hari akhir
Demikianlah
kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah tertanam dalam
hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam
prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin
di atas.
Jika
Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati
kelemahan Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari
hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa
kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah
karena taat dan berkurang karena maksiat.
Ketika
Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya
suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya:
“Tiga perkara yang
apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman:
Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya,
mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci
dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke
dalam api neraka.” (HR.Bukhori Muslim).[10]
C.
Ihsan
Ihsan
berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang
yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan
prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam disebit Ihsan.
Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu
sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.[11]
Adapun
dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat
terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat
Jibril dan nabi menjawab:
...أَنْ
تَعْبُدَ اللّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإنَّهُ يَرَاكَ...
“...Hendaklah
engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau
tidak melihatNya, maka sesungguhnya Alloh melihatmu...”[12]
Hadits
tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah
memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya,
atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita
selalu dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan
tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik.
D. Korelasi
antara Islam, Iman, dan Ihsan
Ketiga sub bab di atas merupakan sutu cerminan dari
tingkatan kemuliaan kaum muslim. Bahwa tidaklah seorang manusia mencapai
tingkatan Iman sebelum melalui tingkatan Islam sebagai bentuk aksi dari dasar
beragama. Begitu juga selanjutnya, Ihsan sebagai perwujudan dari keImanan dan
keIslaman yang akan memberi penilaian atas kadar Islam dan Iman seseorang.
III.
Kesimpulan
Iman,
Islam dan Ihsan merupakan tiga
rangkaian konsep agama
Islam yang
sesuai dengan dalil.
Iman,
Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang hanya menganut Islam
sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman
tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya,
kebermaknaan Islam dan Iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan,
sebab Ihsan merupakan perwujudan dari Iman dan Islam, yang sekaligus
merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu sendiri.
Daftar Pustaka
Busyra,
Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah
Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010)
At-Tuwaijiri,
Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus
Sunnah Press, 2010)
Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali
Press, 2001)
Thanthawi,
Ali, Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis,
(Pajang:Era Intermedia,2004).
Daradjat,
Zakiah, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1996).
Wahhab,
Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar
dalam Islam, (Riyadh: Darussalam,2004).
[1] Busyra, Zainuddin Ahmad,
2010, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan
Qur’an Hadis, Yogyakarta: Azna Books, hlm.38
[2] At-Tuwaijiri, Muhammad
bin Ibrahim bin Abdullah, 2010, Ensiklopedia
Islam Al-Kamil, Jakarta: Darus Sunnah Press, hlm.88
[3] Nata, Abuddin, 2001, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali
Press, hlm.62-63
[11] Daradjat, Zakiah, dkk.,
1996, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, hlm.255&256
[12]Wahhab, Muhammad bin
Abdul, 2004 , Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,
Riyadh: Darussalam, hlm.23-24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar