Sabtu, Maret 23, 2013

Makalah Islam, Iman dan Ihsan

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2013
I.                   Pendahuluan
Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna dan hukumnya tersendiri.

II.                Pembahasan
A.    Islam
Islam bersal dari kata, as-salamu, as-salmu, dan as-silmu yang berarti: menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan patuh. Berasal dari kata as-silmu atau as-salmu yang berarti damai dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.
Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.[1]
Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Alloh, maka ia seorang muslim, dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Alloh dan selain Alloh maka ia seorang musyrik, sedangkan seorang yang tidak menyerahkan diri kepada Alloh maka ia seorang kafir yang sombong.[2]
Dalam pengertian kebahasan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama. Senada dengan hal itu Nurkholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah merupakan hakikat dari pengertian Islam. Dari pengertian itu, seolah Nurkholis Madjid ingin mengajak kita memahami Islam dari sisi manusia sebagai yang sejak dalam kandungan sudah menyatakan kepatuhan dan ketundukan kepada Tuhan,[3] sebagaImana yng telah diisyaratkan dalam surat al-A’rof ayat 172 yang artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".
Berkaitan dengan Islam sebagai agama, maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:
1)      Membaca dua kalimat Syahadat
2)      Mendirikan sholat lima waktu
3)      Menunaikan zakat
4)      Puasa Romadhon
5)      Haji ke Baitulloh jika mampu.
B.     Iman
Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa dicampuri keraguan sedikit pun.[4] Sedangkan keImanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.[5]
Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka keIslamannya. Iman juga lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keImanan adalah kelompok dari pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin.[6]
KeImanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh manusia.[7] Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:
(2) Sesungguhnya orang-orang yang berIman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah Iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (3)(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (4)Itulah orang-orang yang berIman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
KeImanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.[8]
Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:
1)      Diyakini dalam hati
2)      Diucapkan dengan lisan
3)      Diamalkan dengan anggota tubuh.[9]
Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu:
1)      Iman kepada Alloh
2)      Iman kepada malaikatNya
3)      Iman kepada kitabNya
4)      Iman kepada rosulNya
5)      Iman kepada Qodho dan Qodar
6)      Iman kepada hari akhir
Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas.
Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.
Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh pemiliknya suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya:
“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.Bukhori Muslim).[10]

C.    Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam disebit Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah.[11]
Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:

...أَنْ تَعْبُدَ اللّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإنَّهُ يَرَاكَ...
“...Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Alloh melihatmu...”[12]

Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik.

D.    Korelasi antara Islam, Iman, dan Ihsan
Ketiga sub bab di atas merupakan sutu cerminan dari tingkatan kemuliaan kaum muslim. Bahwa tidaklah seorang manusia mencapai tingkatan Iman sebelum melalui tingkatan Islam sebagai bentuk aksi dari dasar beragama. Begitu juga selanjutnya, Ihsan sebagai perwujudan dari keImanan dan keIslaman yang akan memberi penilaian atas kadar Islam dan Iman seseorang.

III.             Kesimpulan
Iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama Islam yang sesuai dengan dalil.
Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan Iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan, sebab Ihsan merupakan perwujudan dari Iman dan Islam, yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu sendiri.

Daftar Pustaka
Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010)

At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah,  Ensiklopedia Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2010)

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 2001)

Thanthawi, Ali, Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, (Pajang:Era Intermedia,2004).

Daradjat, Zakiah, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996).

Wahhab, Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar dalam Islam, (Riyadh: Darussalam,2004).



[1] Busyra, Zainuddin Ahmad, 2010, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, Yogyakarta: Azna Books, hlm.38
[2] At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, 2010, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, Jakarta: Darus Sunnah Press, hlm.88
[3] Nata, Abuddin, 2001, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Press, hlm.62-63
[4] Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq..., hlm.33
[5] At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedia Islam Al-Kamil., hlm.89
[6] Ibid, hlm.87-88
[7] Thanthawi, Ali, 2004, Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, Pajang:Era Intermedia, hlm.69
[8] Ibid, hlm.71
[9] Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq..., hlm.34
[10] At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedia Islam Al-Kamil., hlm.43
[11] Daradjat, Zakiah, dkk., 1996, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, hlm.255&256
[12]Wahhab, Muhammad bin Abdul, 2004 , Tiga Prinsip Dasar dalam Islam, Riyadh: Darussalam, hlm.23-24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Pilih Bahasa

Arsip Blog